Menurut Sumardjo dan Sumaini, tahapan untuk mencapai definisi sastra secara global :
- Sastra adalah seni bahasa.
- Sastra adalah ungkapan spontan dari perasaan yang mendalam.
- Sastra adalah ekspresi pikiran dalam bahasa.
- Sastra adalah inspirasi kehidupan yang dimateraikan dalam sebuah bentuk keindahan.
- Sastra adalah semua buku yang memuat perasaan kemanusiaan yang benar dan kebenaran moral dengan sentuhan kesucian, keluasan pandangan dan bentuk yang mempesona.
Ada beberapa hal yang menyebabkan pemberian definisi sastra sulit/tidak mungkin, yaitu:
- Karena sastra itu bukan ilmu, sastra adalah seni.
- Jika batasan/definisi sastra dibuat, maka akan sulit menjangkau semua jenis sastra. Batasan prosa berbeda dengan puisi apalagi tentang drama.
- definisi biasanya tidak berhenti pada membuatdeskripsi saja, tetapi juga mencakup usaha penilaian. Seperti perasaan spontan (bagaimana mengukur spontan). Misal: penilaian.
- Batasan sastra bersifat nature.
Dari batasan yang didapat ternyata mendapat unsur yang sama, yaitu isi sastra:
- Pikiran, perasaan, pengalaman, ide-ide, semangat, keyakinan, kepercayaan.
- Ekspresi/ungkapan.
- Bentuk.
- Bahasa.
Kemudian kesemuannya tersebut dijadikan satu definisi lagi, yaitu:
Sastra adalah ungkapan pribadi dari seseorang manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa.
Syarat-syarat keindahan:
- Keutuhan/unity.
- Keselarasan/harmony. -> Antar unsur tidak saling mnejatuhkan.
- Keseimbangan/balance.
- Fokus/pusat penekanan sesuatu unsur, atau disebut juga Rightemphesys.
==========================================================================
PENGERTIAN, FUNGSI, DAN RAGAM SASTRA
Dari catatan Dadang Wahidin, mengenai pengertian, fungsi, dan ragam sastra
A. Pengertian Sastra
Kesusastraan : susastra + ke – an
su + sastra
su berarti indah atau baik
sastra berarti lukisan atau karangan
su + sastra
su berarti indah atau baik
sastra berarti lukisan atau karangan
Susastra berarti karangan atau lukisan yang baik dan indah.
Kesusastraan berarti segala tulisan atau karangan yang mengandung nilai-nilai kebaikan yang ditulis dengan bahasa yang indah.
B. Fungsi Sastra
Dalam kehidupan masayarakat sastra mempunyai beberapa fungsi yaitu :
- Fungsi rekreatif, yaitu sastra dapat memberikan hiburan yang menyenangkan bagi penikmat atau pembacanya.
- Fungsi didaktif, yaitu sastra mampu mengarahkan atau mendidik pembacanya karena nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang terkandung didalamnya.
- Fungsi estetis, yaitu sastra mampu memberikan keindahan bagi penikmat/pembacanya karena sifat keindahannya.
- Fungsi moralitas, yaitu sastra mampu memberikan pengetahuan kepada pembaca/peminatnya sehingga tahu moral yang baik dan buruk, karena sastra yang baik selalu mengandung moral yang tinggi.
- Fungsi religius, yaitu sastra pun menghasilkan karya-karya yang mengandung ajaran agama yang dapat diteladani para penikmat/pembaca sastra.
C. Ragam Sastra
1. Dilihat dari bentuknya, sastra terdiri atas 4 bentuk, yaitu :
a). Prosa, bentuk sastra yang diuraikan menggunakan bahasa bebas dan panjang tidak terikat oleh aturan-aturan seperti dalam puisi.
b) Puisi, bentuk sastra yang diuraikan dengan menggunakan habasa yang singkat dan padat serta indah. Untuk puisi lama, selalu terikat oleh kaidah atau aturan tertentu, yaitu :
(1) Jumlah baris tiap-tiap baitnya,
(2) Jumlah suku kata atau kata dalam tiap-tiap kalimat atau barisnya,
(3) Irama, dan
(4) Persamaan bunyi kata.
c) Prosa liris, bentuk sastra yang disajikan seperti bentuk puisi namun menggunakan bahasa yang bebas terurai seperti pada prosa.
d) Drama, yaitu bentuk sastra yang dilukiskan dengan menggunakan bahasa yang bebas dan panjang, serta disajikan menggunakan dialog atau monolog. Drama ada dua pengertian, yaitu drama dalam bentuk naskah dan drama yang dipentaskan.
2. Dilihat dari isinya, sastra terdiri atas 4 macam, yaitu :
a) Epik, karangan yang melukiskan sesuatu secara obyektif tanpa mengikutkan pikiran dan perasaan pribadi pengarang.
b) Lirik, karangan yang berisi curahan perasaan pengarang secara subyektif.
c) Didaktif, karya sastra yang isinya mendidik penikmat/pembaca tentang masalah moral, tatakrama, masalah agama, dll.
d) Dramatik, karya sastra yang isinya melukiskan sesuatu kejadian(baik atau buruk) denan pelukisan yang berlebih-lebihan.
3. Dilihat dari sejarahnya, sastra terdiri dari 3 bagian, yaitu :
a) Kesusastraan Lama, kesusastraan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat lama dalam sejarah bangsa Indonesia. Kesusastraan Lama Indonesia dibagi menjadi :
(1) Kesusastraan zaman purba,
(2) Kesusastraan zaman Hindu Budha,
(3) Kesusastraan zaman Islam, dan
(4) Kesusastraan zaman Arab – Melayu.
b) Kesusastraan Peralihan, kesusastraan yang hidup di zaman Abdullah bin Abdulkadir Munsyi. Karya-karya Abdullah bin Abdulkadir Munsyi ialah :
(1) Hikayat Abdullah
(2) Syair Singapura Dimakan Api
(3) Kisah Pelayaran Abdullah ke Negeri Jeddah
(4) Syair Abdul Muluk, dll.
c) Kesusastraan Baru, kesusastraan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat baru Indonesia. Kesusastraan Baru mencangkup kesusastraan pada Zaman :
(1) Balai Pustaka / Angkatan ‘20
(2) Pujangga Baru / Angkatan ‘30
(3) Jepang
(4) Angkatan ‘45
(5) Angkatan ‘66
(6) Mutakhir / Kesusastraan setelah tahun 1966 sampai sekarang
D. Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik
Karya sastra disusun oleh dua unsur yang menyusunnya. Dua unsur yang dimaksud ialah unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik ialah unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari dalam yang mewujudkan struktur suatu karya sastra, seperti : tema, tokoh dan penokohan, alur dan pengaluran, latae dan pelataran, dan pusat pengisahan. Sedangkan unsur ekstrinsik ialah unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari luarnya menyangkut aspek sosiologi, psikologi, dan lain-lain.
1. Unsur Intrinsik
a) Tema dan Amanat
Tema ialah persoalan yang menduduki tempat utama dalam karya sastra. Tema mayor ialah tema yang sangat menonjol dan menjadi persoalan. Tema minor ialah tema yang tidak menonjol.
Amanat ialah pemecahan yang diberikan oleh pengarang bagi persoalan di dalam karya sastra. Amanat biasa disebut makna. Makna dibedakan menjadi makna niatan dan makna muatan. Makna niatan ialah makna yang diniatkan oleh pengarang bagi karya sastra yang ditulisnya. Makna muatan ialah makana yang termuat dalam karya sastra tersebut.
b) Tokoh dan Penokohan
Tokoh ialah pelaku dalam karya sastra. Dalam karya sastra biasanya ada beberapa tokoh, namun biasanya hanya ada satu tokoh utama. Tokoh utama ialah tokoh yang sangat penting dalam mengambil peranan dalam karya sastra. Dua jenis tokoh adalah tokoh datar (flash character) dan tokoh bulat (round character).
- Tokoh datar ialah tokoh yang hanya menunjukkan satu segi, misalnya baik saja atau buruk saja. Sejak awal sampai akhir cerita tokoh yang jahat akan tetap jahat.
- Tokoh bulat adalah tokoh yang menunjukkan berbagai segi baik buruknya, kelebihan dan kelemahannya. Jadi ada perkembangan yang terjadi pada tokoh ini. Dari segi kejiwaan dikenal ada tokoh introvert dan ekstrovert.
- Tokoh introvert ialah pribadi tokoh tersebut yang ditentukan oleh ketidaksadarannya. Tokoh ekstrovert ialah pribadi tokoh tersebut yang ditentukan oleh kesadarannya.
- Dalam karya sastra dikenal pula tokoh protagonis dan antagonis. Protagonis ialah tokoh yang disukai pembaca atau penikmat sastra karena sifat-sifatnya. Antagonis ialah tokoh yang tidak disukai pembaca atau penikmat sastra karena sifat-sifatnya.
Penokohan atau perwatakan ialah teknik atau cara-cara menampilkan tokoh. Ada beberapa cara menampilkan tokoh.
Dualog ialah cakapan antara dua tokoh saja.
Monolog ialah cakapan batin terhadap kejadian lampau dan yang sedang terjadi.
Solilokui ialah bentuk cakapan batin terhadap peristiwa yang akan terjadi.
- Cara analitik, ialah cara penampilan tokoh secara langsung melalui uraian pengarang. Jadi pengarang menguraikan ciri-ciri tokoh tersebut secara langsung.
- Cara dramatik, ialah cara menampilkan tokoh tidak secara langsung tetapi melalui gambaran ucapan, perbuatan, dan komentar atau penilaian pelaku atau tokoh dalam suatu cerita.
Dualog ialah cakapan antara dua tokoh saja.
Monolog ialah cakapan batin terhadap kejadian lampau dan yang sedang terjadi.
Solilokui ialah bentuk cakapan batin terhadap peristiwa yang akan terjadi.
c) Alur dan Pengaluran
Alur disebut juga plot, yaitu rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan sebab akibat sehingga menjadi satu kesatuan yang padu bulat dan utuh. Alur terdiri atas beberapa bagian :
(1) Awal, yaitu pengarang mulai memperkenalkan tokoh-tokohnya.
(2) Tikaian, yaitu terjadi konflik di antara tokoh-tokoh pelaku.
(3) Gawatan atau rumitan, yaitu konflik tokoh-tokoh semakin seru.
(4) Puncak, yaitu saat puncak konflik di antara tokoh-tokohnya.
(5) Leraian, yaitu saat peristiwa konflik semakin reda dan perkembangan alur mulai terungkap.
(6) Akhir, yaitu seluruh peristiwa atau konflik telah terselesaikan.
Pengaluran, yaitu teknik atau cara-cara menampilkan alur. Menurut kualitasnya, pengaluran dibedakan menjadi alur erat dan alur longggar.
- Alur erat ialah alur yang tidak memungkinkan adanya pencabangan cerita.
- Alur longgar adalah alur yang memungkinkan adanya pencabangan cerita.
- Alur tunggal ialah alur yang hanya satu dalam karya sastra.
- Alur ganda ialah alur yang lebih dari satu dalam karya sastra.
- Alur lurus ialah alur yang melukiskan peristiwa-peristiwa berurutan dari awal sampai akhir cerita.
- Alur tidak lurus ialah alur yang melukiskan tidak urut dari awal sampai akhir cerita. Alur tidak lurus bisa menggunakan gerak balik (backtracking), sorot balik (flashback), atau campauran keduanya.
d) Latar dan Pelataran
Latar disebut juga setting, yaitu tempat atau waktu terjadinya peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam sebuah karya sastra. Latar atau setting dibedakan menjadi latar material dan sosial. Latar material ialah lukisan latar belakang alam atau lingkungan di mana tokoh tersebut berada. Latar sosial, ialah lukisan tatakrama tingkah laku, adat dan pandangan hidup. Sedangkan pelataran ialah teknik atau cara-cara menampilkan latar.
e) Pusat Pengisahan
2. Unsur Ekstrinsik
Tidak ada sebuah karya sastra yang tumbuh otonom, tetapi selalu pasti berhubungan secara ekstrinsik dengan luar sastra, dengan sejumlah faktor kemasyarakatan seperti tradisi sastra, kebudayaan lingkungan, pembaca sastra, serta kejiwaan mereka. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa unsur ekstrinsik ialah unsur yang membentuk karya sastra dari luar sastra itu sendiri. Untuk melakukan pendekatan terhadap unsur ekstrinsik, diperlukan bantuan ilmu-ilmu kerabat seperti sosiologi, psikologi, filsafat, dan lain-lain.
==========================================================================
Yang dimaksud unsur-unsur intrinsik dalam sebuah karya sastra adalah unsur-unsur pembangun karyasastra yang dapat ditemukan di dalam teks karya sastra itu sendiri. Untuk karya sastra dalam bentuk prosa, seperi roman, novel, dan cerpen, unsur-unsur intrinsiknya ada tujuh: 1) tema, 2) amanat, 3) tokoh, 4) alur (plot), 5) latar (setting), 6) sudut pandang, dan 7) gaya bahasa.
1) Tema
Gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra disebut tema. Atau gampangnya,tema adalah sesuatu yang menjadi dasar cerita, sesuatu yang menjiwai cerita, atau sesuatu yangmenjadi pokok masalah dalam cerita.Tema merupakan jiwa dari seluruh bagian cerita. Karena itu, tema menjadi dasar pengembanganseluruh cerita. Tema dalam banyak hal bersifat ”mengikat” kehadiran atau ketidakhadiran peristiwa,konflik serta situasi tertentu, termasuk pula berbagai unsur intrinsik yang lain.Tema ada yang dinyatakan secara eksplisit (disebutkan) dan ada pula yang dinyatakan secara implisit(tanpa disebutkan tetapi dipahami). Dalam menentukan tema, pengarang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: minat pribadi,selera pembaca, dan keinginan penerbit atau penguasa.Dalam sebuah karya sastra, disamping ada tema sentral, seringkali ada pula tema sampingan. Temasentral adalah tema yang menjadi pusat seluruh rangkaian peristiwa dalam cerita. Adapun temasampingan adalah tema-tema lain yang mengiringi tema sentral.
2) Amanat
Amanat adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui karyanya.Sebagaimana tema, amanat dapat disampaikan secara implisit yaitu dengan cara memberikan ajaranmoral atau pesan dalam tingkah laku atau peristiwa yang terjadi pada tokoh menjelang cerita berakhir,dan dapat pula disampaikan secara eksplisit yaitu dengan penyampaian seruan, saran, peringatan,nasehat, anjuran, atau larangan yang berhubungan dengan gagasan utama cerita.
3) Tokoh
Tokoh adalah individu ciptaan/rekaan pengarang yang mengalami peristiwa-peristiwa atau kelakuan dalam berbagai peristiwa cerita.
Pada umumnya tokoh berwujud manusia, namun dapat pula berwujud binatang atau benda yang diinsankan. Tokoh dapat dibedakan menjadi dua yaitu tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh sentral adalahtokoh yang banyak mengalami peristiwa dalam cerita.
Tokoh sentral dibedakan menjadi dua, yaitu:
1) Tema
Gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra disebut tema. Atau gampangnya,tema adalah sesuatu yang menjadi dasar cerita, sesuatu yang menjiwai cerita, atau sesuatu yangmenjadi pokok masalah dalam cerita.Tema merupakan jiwa dari seluruh bagian cerita. Karena itu, tema menjadi dasar pengembanganseluruh cerita. Tema dalam banyak hal bersifat ”mengikat” kehadiran atau ketidakhadiran peristiwa,konflik serta situasi tertentu, termasuk pula berbagai unsur intrinsik yang lain.Tema ada yang dinyatakan secara eksplisit (disebutkan) dan ada pula yang dinyatakan secara implisit(tanpa disebutkan tetapi dipahami). Dalam menentukan tema, pengarang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: minat pribadi,selera pembaca, dan keinginan penerbit atau penguasa.Dalam sebuah karya sastra, disamping ada tema sentral, seringkali ada pula tema sampingan. Temasentral adalah tema yang menjadi pusat seluruh rangkaian peristiwa dalam cerita. Adapun temasampingan adalah tema-tema lain yang mengiringi tema sentral.
2) Amanat
Amanat adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui karyanya.Sebagaimana tema, amanat dapat disampaikan secara implisit yaitu dengan cara memberikan ajaranmoral atau pesan dalam tingkah laku atau peristiwa yang terjadi pada tokoh menjelang cerita berakhir,dan dapat pula disampaikan secara eksplisit yaitu dengan penyampaian seruan, saran, peringatan,nasehat, anjuran, atau larangan yang berhubungan dengan gagasan utama cerita.
3) Tokoh
Tokoh adalah individu ciptaan/rekaan pengarang yang mengalami peristiwa-peristiwa atau kelakuan dalam berbagai peristiwa cerita.
Pada umumnya tokoh berwujud manusia, namun dapat pula berwujud binatang atau benda yang diinsankan. Tokoh dapat dibedakan menjadi dua yaitu tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh sentral adalahtokoh yang banyak mengalami peristiwa dalam cerita.
Tokoh sentral dibedakan menjadi dua, yaitu:
- Tokoh sentral protagonis, yaitu tokoh yang membawakan perwatakan positif ataumenyampaikan nilai-nilai positif.
- Tokoh sentral antagonis, yaitu tokoh yang membawakan perwatakan yang bertentangan dengan protagonis atau menyampaikan nilai-nilai negatif.Adapun tokoh bawahan adalah tokoh-tokoh yang mendukung atau membantu tokoh sentral.
- Tokoh andalan. Tokoh andalan adalah tokoh bawahan yang menjadi kepercayaan tokoh sentral(baik protagonis ataupun antagonis).
- Tokoh tambahan. Tokoh tambahan adalah tokoh yang sedikit sekali memegang peran dalam peristiwa cerita.
- Tokoh lataran. Tokoh lataran adalah tokoh yang menjadi bagian atau berfungsi sebagai latar cerita saja. Penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh.
Ada dua metode penyajian watak tokoh, yaitu:
- Metode analitis/langsung/diskursif, yaitu penyajian watak tokoh dengan cara memaparkanwatak tokoh secara langsung.
- Metode dramatik/tak langsung/ragaan, yaitu penyajian watak tokoh melalui pemikiran, percakapan, dan lakuan tokoh yang disajikan pengarang. Bahkan dapat pula dari penampilanfisiknya serta dari gambaran lingkungan atau tempat tokoh.
Adapun menurut Jakob Sumardjo dan Saini KM, ada lima cara menyajikan watak tokoh, yaitu:
- Melalui apa yang diperbuatnya, tindakan-tindakannya, terutama bagaimana ia bersikap dalamsituasi kritis.
- Melalui ucapana-ucapannya. Dari ucapan kita dapat mengetahui apakah tokoh tersebut orangtua, orang berpendidikan, wanita atau pria, kasar atau halus.
- Melalui penggambaran fisik tokoh.
- Melalui pikiran-pikirannya.
- Melalui penerangan langsung
4) Alur (Plot)
Alur adalah urutan atau rangkaian peristiwa dalam cerita. Alur dapat disusun berdasarkan tiga hal, yaitu:
- Berdasarkan urutan waktu terjadinya (kronologi). Alur yang demikian disebut alur linear.
- Berdasarkan hubungan sebab akibat (kausal). Alur yang demikian disebut alur kausal.
- Berdasarkan tema cerita. Alur yang demikian disebut alur tematik.
Dalam cerita yang beralur tematik, setiap peristiwa seolah-olah berdiri sendiri. Kalau salah satu episode dihilangkan ceritatersebut masih dapat dipahami. Adapun struktur alur adalah sebagai berikut:
- 1.Bagian awal, terdiri atas: 1) paparan (exposition), 2) rangsangan (inciting moment), dan 3)gawatan (rising action).
- 2.Bagian tengah, terdiri atas: 4) tikaian (conflict), 5) rumitan (complication), dan 6) klimaks.
- 3.Bagian akhir, terdiri atas: 7) leraian (falling action), dan 8- selesaian (denouement).
Dalam membangun alur, ada beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan agar alur menjadi dinamis.
Faktor-faktor penting tersebut adalah:
- Faktor kebolehjadian. Maksudnya, peristiwa-peristiwa cerita sebaiknya tidak selalu realistik tetapi masuk akal.
- Faktor kejutan. Maksudnya, peristiwa-peristiwa sebaiknya tidak dapat secara langsungditebak / dikenali oleh pembaca.
- Faktor kebetulan. Yaitu peristiwa-peristiwa tidak diduga terjadi, secara kebetulan terjadi.
Lanturan adalah peristiwa atau episode yang tidak berhubungan dengan inti cerita atau menyimpang dari pokok persoalan yangsedang dihadapi dalam cerita.
5) Latar (setting)
Latar adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, suasana,dan situasi terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok:
- Latar tempat, mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
- Latar waktu, berhubungan dengan masalah ‘kapan’ terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakandalam sebuah karya fiksi.
- Latar sosial, mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku sosial masyarakat di suatutempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar sosial bisa mencakup kebiasaan hidup, adat istiadat,tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, serta status sosial.
6) Sudut pandang (point of view)
Sudut pandang adalah cara memandang dan menghadirkan tokoh-tokoh cerita dengan menempatkandirinya pada posisi tertentu. Dalam hal ini, ada dua macam sudut pandang yang bisa dipakai:
a. Sudut pandang orang pertama (first person point of view)
Dalam pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang orang pertama, ‘aku’, narator adalah seseorang yang ikut terlibat dalam cerita. Ia adalah si ‘aku’ tokoh yang berkisah, mengisahkankesadaran dirinya sendiri, mengisahkan peristiwa atau tindakan, yang diketahui, dilihat, didengar,dialami dan dirasakan, serta sikapnya terhadap orang (tokoh) lain kepada pembaca. Jadi, pembacanya dapat melihat dan merasakan secara terbatas seperti yang dilihat dan dirasakan tokoh si ‘aku’tersebut.
Sudut pandang orang pertama masih bisa dibedakan menjadi dua:
1. ‘Aku’ tokoh utama
Dalam sudut pandang teknik ini, si ‘aku’ mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku yang dialaminya, baik yang bersifat batiniyah, dalam diri sendiri, maupunfisik, dan hubungannya dengan sesuatu yang di luar dirinya. Si ‘aku’ menjadi fokus pusatkesadaran, pusat cerita. Segala sesuatu yang di luar diri si ‘aku’, peristiwa, tindakan, dan orang,diceritakan hanya jika berhubungan dengan dirinya, di samping memiliki kebebasan untuk memilih masalah-masalah yang akan diceritakan. Dalam cerita yang demikian, si ‘aku’ menjaditokoh utama (first person central).
2. ‘Aku’ tokoh tambahan
Dalam sudut pandang ini, tokoh ‘aku’ muncul bukan sebagai tokohutama, melainkan sebagai tokoh tambahan (first pesonal peripheral). Tokoh ‘aku’ hadir untuk membawakan cerita kepada pembaca, sedangkan tokoh cerita yang dikisahkan itu kemudian”dibiarkan” untuk mengisahkan sendiri berbagai pengalamannya. Tokoh cerita yang dibiarkan berkisah sendiri itulah yang kemudian menjadi tokoh utama, sebab dialah yang lebih banyak tampil, membawakan berbagai peristiwa, tindakan, dan berhubungan dengan tokoh-tokoh lain. Setelah cerita tokoh utama habis, si ‘aku’ tambahan tampil kembali, dan dialah kini yang berkisah. Dengan demikian si ‘aku’ hanya tampil sebagai saksi saja. Saksi terhadap berlangsungnya cerita yang ditokohi oleh orang lain. Si ‘aku’ pada umumnya tampil sebagai pengantar dan penutup cerita.
b. Sudut pandang orang ketiga (third person point of view)
Dalam cerita yang mempergunakan sudut pandang orang ketiga, ‘dia’, narator adalah seorang yang berada di luar cerita, yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau katagantinya: ia, dia, mereka. Nama-nama tokoh cerita, khususnya yang utama, kerap atau terus menerus disebut, dan sebagai variasi dipergunakan kata ganti.Sudut pandang ‘dia’ dapat dibedakan ke dalam dua golongan berdasarkan tingkat kebebasan danketerikatan pengarang terhadap bahan ceritanya:
1. ‘Dia’ mahatahu
Dalam sudut pandang ini, narator dapat menceritakan apa saja hal-hal yangmenyangkut tokoh ‘dia’ tersebut. Narator mengetahui segalanya, ia bersifat mahatahu(omniscient). Ia mengetahui berbagai hal tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan, termasuk motivasi yang melatarbelakanginya. Ia bebas bergerak dan menceritakan apa saja dalamlingkup waktu dan tempat cerita, berpindah-pindah dari tokoh ‘dia’ yang satu ke ‘dia’ yanglain, menceritakan atau sebaliknya ”menyembunyikan” ucapan dan tindakan tokoh, bahkan juga yang hanya berupa pikiran, perasaan, pandangan, dan motivasi tokoh secara jelas, sepertihalnya ucapan dan tindakan nyata.
2. ‘Dia’ terbatas (’dia’ sebagai pengamat)
Dalam sudut pandang ini, pengarang mempergunakanorang ketiga sebagai pencerita yang terbatas hak berceritanya, terbatas pengetahuannya (hanyamenceritakan apa yang dilihatnya saja).
7) Gaya bahasa
Gaya bahasa adalah teknik pengolahan bahasa oleh pengarang dalam upaya menghasilkan karya sastrayang hidup dan indah. Pengolahan bahasa harus didukung oleh diksi (pemilihan kata) yang tepat. Namun, diksi bukanlah satu-satunya hal yang membentuk gaya bahasa.Gaya bahasa merupakan cara pengungkapan yang khas bagi setiap pengarang. Gaya seorang pengarang tidak akan sama apabila dibandingkan dengan gaya pengarang lainnya, karena pengarangtertentu selalu menyajikan hal-hal yang berhubungan erat dengan selera pribadinya dan kepekaannyaterhadap segala sesuatu yang ada di sekitamya
Gaya bahasa dapat menciptakan suasana yang berbeda-beda: berterus terang, satiris, simpatik,menjengkelkan, emosional, dan sebagainya. Bahasa dapat menciptakan suasana yang tepat bagi adeganseram, adegan cinta, adegan peperangan dan lain-lain
KARYA SASTRA
Karya sastra adalah pekerjaan yang menghasilkan kesenian dan dapat menciptakan sesuatu keindahan, baik dengan bahasa lisan maupun tulisan, yang juga dapat menimbulkan rasa keharuan yang menyentuh perasaan kerohanian seseorang.
==========================================================================
(Dari tulisan Kompasiana diposkan oleh Sebuah Catatan Sastra)
Dalam bahasa Indonesia, kita mengenal bentuk kesusastraan, yang berasal dari imbuhan ke-an dan susastra. Imbuhan ke-an sendiri secara gramatikal bermakna “hal/sesuatu yang berkaitan dengan…”. Adapun susastra berasal dari dua bentuk, yaitu awalan asing su- yang berarti ‘baik/bagus’ dan kata dasar sastra yang berarti ‘tulisan/karangan’. Jadi, susastra itu bermakna ‘tulisan/karangan yang bagus’. Itu adalah arti harfiah, atau boleh juga kita sebuat arti etimolgisnya.
Lantas, apa arti istilahnya? Atau, apa arti susastra dalam terminologi keilmuannya? Sudah sangat banyak definisi dan yang mendefinisikan sastra. Tapi, definisi-definisi yang muncul tidak selalu mememuaskan, demikian pengakuan ahli sastra Jan van Luxemburg, Mieke Bal, dan Willem G. Weststeijn (1986). Kenapa? Alasan mereka adalah sebagai berikut:
Pertama, sering orang mendefinisikan sastra sangat-sangat komprehensif, ingin mencakup semuanya, dalam sebuah definisi saja. Padahal, harus dibedakan sebuah definisi deskriptif tentang sastra, dan sebuah definisi evaluatif. Definisi deskriptif tentang sastra adalah definisi yang dibuat untuk menjawab pertanyaan, “Apa itu sastra?” Sebaliknya, definisi evaluatif adalah definisi yang akan dipakai untuk menilai apakah sebuah karya sastra termasuk karya yang baik atau tidak?
Kedua, ada juga orang yang berusaha mendefinisikan sastra secara “ontologis”, lahirlah definisi-definisi yang mengungkapkan hakikat sebuah karya sastra. Mereka lantas melupakan bahwa sastra hendaknya didefinisikan di dalam situasi para pemakai atau pembaca sastra. Juga mereka melupakan, sementara ada orang yang menganggap sebuah karya sebagai sastra, tetapi sebagian lainnya menganggap karya itu bukan sebagai karya sastra.
Ketiga, mengacu point kedua di atas, sering pendefinisi membawa definisi sastra berdasarkan dari contoh-contoh sastra Barat sehingga tidak menghiraukan bentuk-bentuk sastra yang khas di luar lingkungan itu, juga membawa sastra dari sebuah zaman tertentu dengan melupakan sastra-sastra pada sebuah zaman tertentu dan lingkungan tertentu.
Keempat, ada juga definisi sastra yang mengacu kepada satu bentuk karya sastra saja, misalnya pada puisi. Sehingga, definisi tersebut sangat sulit dipakai untuk mendefinisikan bentuk karya sastra yang lain seperti prosa dan drama, misalnya.
Sastra adalah pengungkapan masalah hidup, filsafat, dan ilmu jiwa. Sastra adlaah kekayaan rohani yang dapat memperkaya rohani. Sastrawan dapat dikatakan sebagai ahli ilmu jiwa dan filsafat yang mengungkapkan masalah hidup, kejiwaan, dan filsafat, bukan dengan cara teknis akademis melainkan melalui tulisan sastra.”
“Karya sastra adalah anak kehidupan kreatif seorang penulis dan mengungkapkan pribadi pengarang.” (Selden, 1985: 52).
“Sastra lahir oleh dorongan manusia untuk mengungkapkan diri, tentang masalah manusia, kemanusiaan, dan semesta (Semi, 1993: 1).
“Perbedaan sastrawan dengan orang lain terletak pada kepekaan sastrawan yang dapat menembus kebenaran hakiki manusia yang tidak dapat diketahui tertembus oleh orang lain.” (Darma, 1984: 52-6).
“Selain sebagai sebuah karya seni yang memiliki budi, imajinasi, dan emosi, sastra juga sebagai karya kreatif yang dimanfaatkan sebagai konsumsi intelektual dan emosional. Sastra yang telah dilahirkan oleh sastrawan diharapkan dapat memberi kepuasaan estetik dan intelektual bagi pembaca. Namun, sering karya sastra tidak mampu dinikmati dan dipahami sepenuhnya oleh sebagian pembacanya. Dalam hubungan ini perlu adanya penelaah dan peneliti sastra.” (Semi, 1993: 1).
Ket : Tulisan Ini diambil dari beberapa sumber, mohon maaf tidak dicantumkan dikarenakan ada dari fotocopy an usang yang tidak ada namanya ^_*.
boleh tau referensinya tulisan ini apa ?
BalasHapusTulisan ini saya ambil dari beberapa sumber, salah satunya yang saya ingat dari tulisan yang dimuat di kompasiana dan blog sebuah cacatan tentang sastra ^_*
BalasHapus